
garudaonline-Medan | Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 33 kabupaten/kota dengan multi etnis, di masa kepemimpinan Edy Rahmayadi, terkesan menonjolkan salah satu etnis, dalam menempatkan posisi jabatan struktural di jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut.
Dari pejabat eselon II yang saat ini ada di Pemprov Sumut, terlihat dominasi etnis dimaksud. Padahal sebagai mantan militer, Edy Rahmayadi selayaknya memahami geopolitik di Sumut.
Pasalnya, Sumatera Utara bukan hanya dibangun oleh etnis dimaksud. Apalagi, Sumut selama ini dikenal sebagai miniaturnya Indonesia.
Penilaian ini disampaikan Tokoh Pemerhati Pembangunan Etnis Pakpak, Richard Eddy M Lingga SE MSP kepada media, Selasa (11/07/2023) di Medan.
Menurut Richard, porsi komposisi pejabat eselon II di Pemprov Sumut, harusnya didasarkan pada kapasitas dan profesionalisme pejabat yang akan menduduki posisi struktural di Pemprov Sumut.
“Jadi tidak didasarkan pada kedekatan kulturalnya. Apalagi didasarkan pada ‘pesanan’ ibu PKK-nya,” sebut anggota DPRD Sumut 2009-2014 Dapil Karo-Dairi dan Pakpak Bharat ini.
Dominasi dibangun Gubsu Edy Rahmayadi saat ini terhadap etnis tertentu, berdampak pada pembangun yang tidak merata di seluruh kabupaten/ kota di Sumut, khususnya di Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat.
Hal ini dapat dilihat dari alokasi anggaran pembangunan yang ditampung di dalam APBD Sumut selama kepemimpinannya. Tampak jelas, anggaran tersebut lebih besar dialokasikan di daerah domisili etnis itu.
“Dengan pola pikir seperti itu, maka Sumut belumlah dapat dikatakan bermartabat,” tuturnya.
Baginya, bermartabat adalah gambar dari kesetaraan dan sederajat. Bila melihat kondisi pejabat yang ada saat ini di Pemprov Sumut, hanya etnis dominan itulah yang dapat disebut bermartabat. “Bukan Sumutnya yang bermartabat,” tegas Richard.(UJ)