garudaonline – Medan | Mantan Kepala Desa (Kades) Perkebunan Halimbe Kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), Warsito dIvonis selama 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dia dinyatakan terbukti melakukan korupsi pengelolaan dana desa Tahun Anggaran (TA) 2019 yang merugikan negara hingga ratusan juta.
“Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Warsito selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 200 juta. Apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” tandas Hakim Ketua, Mian Munthe dalam sidang virtual di Ruang Cakra IV Pengadilan Tipikor Medan, Senin (24/5/2021).
Selain itu, terdakwa Warsito juga diwajibkan untuk membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp 561.077.598. Jika tidak sanggup membayar dan harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan.
“Perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkas hakim Mian Munthe.
Dalam pertimbangan majelis hakim, hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, mengakui perbuatannya dan belum pernah dihukum.
Menanggapi putusan itu, terdakwa maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Septian Tarigan menyatakan pikir-pikir apakah mengajukan banding atau terima. Putusan majelis hakim sama (conform) dengan tuntutan JPU.
Dalam dakwaan JPU Septian Tarigan, pada tahun 2019, total APBDes Desa Perkebunan Halimbe Kecamatan Aek Natas sebesar Rp 1.758.231.124. Pada Mei hingga Desember 2019, terdakwa menghubungi Dedi Armaya selaku Kaur Keuangan Desa Perkebunan Halimbe.
“Terdakwa bermaksud untuk melakukan pencairan APBDes yang telah masuk ke rekening kas melalui transfer dari Badan Pengelolaan Kuangan dan Aset Daerah Labura di Bank Sumut,” ujar JPU.
Setelah melakukan penarikan dana, keduanya menandatangani slip dan membubuhkan stempel desa dengan rincian penarikan APBDes senilai Rp 1.679.614.350.
“Terdakwa menggunakan dan mengelola sendiri anggaran yang telah dicairkan tersebut tanpa melibatkan perangkat desa lain,” cetus Septian. Kemudian, Dedi Armaya diminta oleh terdakwa untuk menandatangani Surat Pertanggungjawaban APBDes Labura.
Dari jumlah total penarikan sebesar Rp 1.679.614.350, terdakwa telah membelanjakan dana mulai periode Mei 2019 sampai Desember 2019 sebesar Rp 1.138.708.850.
Namun, berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor pada Inspektorat Pemkab Labura, bahwa terdakwa belum menyetorkan dana sebesar Rp 561.077.598.
“Kemudian, sisa uang belanja sebesar Rp 540.905.500, yang seharusnya sudah disetor ke rekening kas desa pada tanggal 31 Desember 2019 masih belum dikembalikan oleh terdakwa,” tandas JPU. (RD)