
garudaonline – Taput | Dua siswa di Tapanuli Utara, Sumatera Utara (Sumut) dipaksa turun kelas diduga akibat orangtuanya tidak memilih suami kepala sekolah menjadi kepala desa setempat. Namun Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan membantah kabar itu.
“Kabar yang beredar terkait dua siswa SD itu tidak benar. Kita telah kroscek langsung kepada yang bersangkutan,” kata Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan, Senin (15/11/2021).
Menurutnya ada kesalahpahaman terkait hal itu. Karena itu Nikson mengimbau agar masyarakat bisa lebih bijak bila mendengarkan informasi agar tidak mudah terhasut oleh pihak tertentu.
“Saya juga mengimbau, masyarakat Tapanuli Utara tidak mudah termakan hoaks atau informasi yang tidak benar. Agar dicek terlebih dahulu, jangan langsung percaya. Sehingga tidak mengganggu ketentraman di masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala SDN 173377 Batu Arimo, Kecamatan Parmonangan, Tapanuli Utara, Juniati Sihotang yang dituding menurunkan dan melakukan intimidasi kepada siswanya juga memberikan bantahannya.
“Tidak benar Saya menurunkan kelas RM yang saat ini duduk di kelas VI menjadi kelas II. Apalagi anak didik Saya itu sudah mau ujian akhir sekolah, dan namanya sudah masuk Dapodik dan tidak ada sangkut pautnya dengan pilkades,” jelasnya.
Menurutnya, RM (11) meski duduk di bangku kelas VI namun kurang lancar membaca dan menulis. Ditambah lagi selama pandemi tidak ada proses belajar mengajar tatap muka. Bahkan ia telah memanggil kedua orang tua RM berkaitan dengan kendala yang dihadapi siswanya. Sayangnya orang tua mereka mengaku sibuk.
“Saat berpapasan di jalan, saya sering pesan agar RM dibimbing membaca di rumah. Karena guru di sekolah sangat terbatas waktunya. Ditambah lagi hampir dua tahun pandemi tidak ada belajar tatap muka,” urainya
Juniati mengklaim bahwa RM hanya mengikuti proses belajar di kelas II agar lebih terlatih membaca. Namun RM tetap terdaftar di murid kelas VI. Begitu juga hal yang sama dengan W.
“Teman sekelasnya pasti akan terganggu karena RM kurang lancar membaca. Jadi sesekali saya minta RM bergabung ke kelas II. Supaya RM dilatih guru kelasnya supaya lancar membaca. Jadi RM bukan diturunkan kelasnya. Dia tetap terdaftar murid kelas VI,” papar Juniati.
Selain itu, Juniati mengakui jika suaminya Benson Tarihoran Cakades memang ikut Pilkades. Tetapi ia mengklaim tidak ikut campur apalagi melakukan ancaman.
“Memang benar, tapi saya tidak ikut campur. apalagi mengancam dengan memindahkan anak mereka bila tidak memilih suami Saya. Itu hak setiap orang, tidak ada urusan ke proses belajar mengajar,” sebutnya.
Diketahui, Direktur LBH Sekolah Jakarta, Roder Nababan mengaku mendapat kabar ada dua orang siswa di Tapanuli Utara dipaksa turun kelas. Hal itu terjadi karena orang tua kedua siswa itu tak memilih suami kepala sekolah menjadi kepala desa setempat.
Dua siswa yang disebut dipaksa turun kelas itu adalah RM (12) dan W (10). Keduanya disebut sebagai siswa kelas VI dan IV SDN 173377, Desa Batu Arimo, Kecamatan Parmonangan, Kabupaten Tapanuli Utara.
“RM dan W mengalami intimidasi hingga dipaksa turun kelas diduga hanya karena kedua orang tuanya tidak ingin memilih suami sang Kepala Sekolah di Pilkades mendatang. Tadinya RM sudah duduk di bangku kelas VI harus rela duduk di kelas II, demikian juga W dari kelas IV ke kelas II,” sebut Roder Nababan.
(Nor)