
garudaonline – Langkat | Gara-gara eksekusi lahan yang dilaksanakan PN Stabat, 3 warga ditangkap dan ditahan Polres Aceh Tamiang.
Ke-3 warga tersebut adalah Munirin (46) warga Dusun Adil Makmur, Desa Tenggulun, Kecamatan Tunggulun, Kabupaten Aceh Tamiang, OK Anuar (51) warga Dusun Suka Maju, Desa Tenggulun dan Suparjo (57) warga Dusun dan desa yang sama.
Ketiganya ditangkap dan ditahan berdasarkan laporan pengaduan Jum, Ketua Koptan Indah Maju, karena menurutnya, mereka secara bersama-sama telah merusak dengan melawan hukum di depan umum, 4 unit gubuk milik Koptan tersebut pada saat eksekusi itu dilakukan.
Tidak terima dengan penangkapan dan penahanan itu, mereka pun mengajukan gugatan pra peradilan ke PN Kuala Simpang dengan terlapor Kapolri cq Kapolda Aceh cq Kapolres Aceh Tamiang. Saat ini gugatan pra peradilan itu masih bergulir di PN Kuala Simpang.
Lalu, terkait dengan penangkapan dan penahanan tersebut, ketiga istri terlapor mengaku pasrah. Hal itu disampaikan mereka kepada wartawan seusai mengikuti sidang pra peradilan di PN Kuala Simpang, Jumat (14/1/2022) yang lalu.
“Kami pasrah sajalah, bang. Menyerahkan sepenuhnya masalah tersebut kepada pengacara kami. Yang jelas, kami tetap yakin dan percaya mereka tidak bersalah,” ujar Nurlela istri Suparjo dan Jumiatun istri Munirin.
Eksekusi PN Stabat
Kasus itu berawal dari keluarnya dokumen Penetapan No.7/Pen.Eks/Akta Perdamaian/2020/PN Stb yang diterbitkan oleh Ketua PN Stabat pada tanggal 4 Maret 2021, serta berita acara Pelaksanaan Eksekusi Penyerahan No.7/Pen.Eks/Akta Perdamaian/2020/PN Stb, dengan Pemohon Eksekusi, Bukhary.
Berdasarkan surat tersebut, dilakukanlah eksekusi pada hari Rabu tanggal 10 Maret 2021. Namun, pada tanggal 22 Desember 2021, Munirin, OK Anuar dan Suparjo ditangkap dengan tuduhan telah melakukan perusakan terhadap barang secara bersama-sama di depan umum pada saat eksekusi itu dilakukan.
Pengacara ketiga terlapor, Rohdalahi Subhi, S.H., M.H dan Ahmad Sultoni Johar Hasibuan, S.H mengatakan, sebagaimana Laporan Polisi No. LP/B/30/SPKT/Polres Aceh Tamiang/Polda Aceh, tanggal 25 Mei 2021, peristiwa yang dilaporkan adalah pengrusakan/kekerasan terhadap barang sebagaimana dugaan pelanggaran pasal 170 atau 406 KUHPidana, dimana sebagaimana ketentuan Pasal 406 tersebut diatur delik yang didalamnya terdapat unsur : ‘ dengan melawan hak’ sehingga dalam melakukan penyelidikan ‘ untuk mencari dan menemukan apakah peristiwa tersebut adalah benar peristiwa pidana berupa perusakan (vide 406 KUHPidana)’ maka seharusnya terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan terhadap ketiga terlapor sebagai saksi dan untuk klarifikasi guna memastikan apakah perbuatan mereka dengan hak (memiliki dasar) atau tidak.
Karena itu, ditegaskan Rohdalahi, tidak semua perbuatan perusakan barang adalah merupakan tindak pidana sesuai pasal 406 KUHPidana, karena ‘bukan merupakan tindak pidana jika yang melakukan perbuatan itu memiliki dasar hak’ yang berdasarkan hukum dan undang- undang.
“Seharusnya kalaupun tindakan eksekusi itu salah dan tidak sah, maka yang patut untuk disalahkan adalah Ketua PN Stabat, bukan ketiga terlapor yang notabene hanyalah para pekerja yang membantu eksekusi itu dilaksanakan,” ujarnya.
Sebagai ilustrasi, Rohdalahi pun menambahkan, manalah mungkin Ketua PN. Stabat yang merubuhkan bangunan yang ada di atas lahan eksekusi tersebut. Ketua PN. Stabat tentu menunjuk seorang juru sita dan menyuruh para pekerja.
“Jadi, sepanjang eksekusi itu sah dan tidak melawan hukum, maka apa yang dilakukan Munirin, Suparjo dan OK. Anuar juga sah dan tidak melawan hukum,” ujarnya.
(BD)