
garudaonline – Medan | Terbukti korupsi dana pemungutan Pajak Bumi Bangunan (PBB) dari Sektor Perkebunan yang merugikan negara Rp 2,18 miliar, mantan Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) Kharuddin Syah Sitorus alias Haji Buyung divonis selama 1 tahun 4 bulan penjara dan denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
“Menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa selama 1 tahun 4 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan,” tandas Hakim Ketua, Saut Maruli Tua Pasaribu dalam sidang online di Ruang Cakra II Pengadilan Tipikor Medan, Jumat (4/2/2022).
Dalam amar putusan majelis hakim, adapun hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas tindak pidana korupsi. Selain itu, terdakwa juga sudah pernah dihukum.
“Terdakwa selaku Bupati tidak menjadi suri tauladan dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN,” ucap hakim. Sementara hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan dan telah mengembalikan kerugian negara sejumlah yang telah diterimanya yakni Rp 596 juta.
Perbuatan Haji Buyung dinyatakan terbukti melanggar dakwaan subsidair yakni Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Usai putusan dibacakan, Haji Buyung maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hendri Edison Sipahutar yang sebelumnya menuntut selama 1 tahun 6 bulan penjara kompak menyatakan pikir-pikir. “Pikir-pikir dulu, Yang Mulia,” cetus Haji Buyung.
Sebelumnya, Haji Buyung dihukum selama 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan karena terbukti melakukan suap untuk memuluskan perolehan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P Tahun Anggaran (TA) 2017 dan 2018.
Dalam dakwaan JPU Hendri Edison Sipahutar, Junita Pasaribu dan Desi Situmorang, pada Tahun Anggaran (TA) 2013 sampai 2015, Pemkab Labura menerima dana pemungutan PBB dari Sektor Perkebunan berjumlah Rp 2.510.937.068.
“Namun, terdakwa selaku Bupati bekerja sama dengan Ahmad Fuad Lubis selaku Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) serta Armada Pangaloan selaku Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan menyusun pembagian biaya pemungutan PBB yang dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Kepala DPPKAD Nomor: 973/1311/DPPKAD-II/2013, tanggal 11 Desember 2013,” ujar JPU.
Selanjutnya, terdakwa mengeluarkan SK Nomor: 973/281/DPPKAD-II/2013 tertanggal 9 Desember 2013 Tentang Besaran Pembagian Biaya Pemungutan PBB Sektor Perkebunan TA 2013 yang akan dijadikan dasar hukum untuk pembagian dana pemungutan PBB sebagai uang insentif.
“Dengan komposisi Bupati mendapatkan 30 persen dari total biaya pemungutan, Wakil Bupati 15 persen, Sekretaris Daerah (Sekda) 5 persen dan DPPKAD 50 persen,” urai Hendri.
Pada tahun 2014, terdakwa bahkan menerbitkan SK Nomor: 821.24/998/BKD/2014, tertanggal 12 Juni 2014 yang berisi dalam penggunaan biaya pemungutan PBB Sektor Perkebunan dari Pemerintah Pusat tersebut dibagi-bagikan atau disalurkan kepada pihak-pihak tidak berhak.
Pada tahun 2015, terdakwa juga menerbitkan SK Tentang Pembagian Biaya Pemungutan PBB Sektor Perkebunan Nomor: 973/150/DPPKAD-II/2015 tertanggal 22 Juni 2015 juga dialokasikan kepada orang-orang tidak berhak. (RD)